Kota solo selama ini hanya ada di pikiranku, mungkin karena jarak tempuh dari rumahku amat jauh. Jadi hanya bisa mendengar kata “solo” dari beberapa penduduk sekitar rumah yang sedang merantau kesana. Awalnya mendengar kata itu dari tetangga sebelah rumah yang salah satu owner rumah makan wong solo, itu awalnya. Selain itu melihat bus-bus dari aceh yang mencantumkan destinasinya dibagian pojok kanan atas kaca “solo” itu tandanya bus ini melaju hingga kota solo.
Saat ini aku sudah dekat dengan kota budaya itu, tapi tetap saja belum pernah menginjakkan kaki disana hingga akhirnya, perjalanan pertamaku pun dimulai di waktu pagi.
Waktu itu tidak ada rencana tujuan tertentu, yang penting ketika ditanya “mau kemana” aku spontan menjawab “mau ke solo” udah gitu aja. Entah itu di bagian mananya, aku tidak tahu, yang ku tau hanya solo. Haha #Katro.
Rombongan kami ada 8 orang, menaiki empat motor. Ya, kami naik motor dari jogja menuju solo, katanya waktu tempuh perjalanan sekitar 2 jam, entah betul atau tidak aku sambil mengukur dari boncengan. Diluar pikiranku ternyata perjalanan itu tak semulus yang ku bayangkan, banyak truk-truk besar yang siap berpacu dengan mesin-mesin buatan jepang yang kami naiki. Untuk itu butuh kontrol tinggi bagi driver. Begitu seterusnya selama hampir 2 jam, hingga menyambut slogan “selamat datang di kota solo ; the spirit of java” di beberapa billboard di pinggiran jalan.
Awal masuk kedalamnya sudah merasakan kedamaian jiwa dan suasana yang bersahabat, adem dan mengasikkan dengan keramahtamahan masyarakatnya. entah kenapa, yang pastinya, kota ini sederhana tapi luar biasa. Sesampai disana kami langsung melaju ke Jl. Slamet Riyadi, ini salah satu tempat yang harus dikunjungi katanya, entah ada apa disana aku tak mengerti awalnya.
Sesampainya disana, oh ternyata dari pangkal jalan itu kembali aku merasakan alam yang bersahabat, pepohonan nan rindang, di kiri-kanan jalan penataan kota amat indah. Aku tertegun sambil bergumam.
“Suatu saat aku akan kembali kesini” kataku. Empat motor berjejer ke belakang melaju dengan kecepatan konstan 30 km/jam. Sengaja, biar kenangan ini tak cepat berlalu. aku melirik ke kanan, ada rel kereta api? Aku bertanya-tanya. Kok bisa? Apa memang sengaja ataukah ini peninggalan jaman kolonial itu? Aku coba menanyakan kepada mereka yang lebih paham.
“itukan rel kereta api yang sering lewat-lewat sini, kayak odong-odong” katanya. Aku terdiam sejenak. “alah yang sering di tv itu loohh” lanjutnya sambil mengendalikan stir motor kami. Meski rasa penasaranku belum terjawab, setidaknya sepertinya aku pernah melihat kereta itu. Perlahan aku sumringah karena mengingat sesuatu. “oh iyaa ya lupa, kayaknya pernah ada di tv, oohh ini toh dia? Hmmm” aku merasa mafhum. Hahaha, tipis sekali pengetahuanku kawan. Tapi memang ku akui ini penataan yang unik, selama ini rel kereta di tengah kota hanya ada di dalam mimpiku saja. Kini mimpi itu sudah terwujud di kota solo. Ada yang kusayangkan, aku tak bisa mengabadikan moment indah itu.
Sembari melintasi Jl. Slamet Riyadi, kami meneruskan ke kraton. Lagi-lagi penyambutan yang ramah dari sepasang pohon yang merindangi pengunjung yang akan memasukinya. Tempat ini benar-benar teduh di tengah teriknya matahari, juga menjadi sumber ekonomi masyarakat setempat, mulai dari accessories dan bentuk buah tangan lainnya mereka jual. “seperti inikah gambaran masyarakat madani?” pikirku. Sepertinya suasana ini pula yang akan menjadi salah satu daya tarik pelancong untuk mampir ke stand mereka.
Selesai berkeliling kami melanjutkan ke masjid agung kota solo, aku lupa nama mesjidnya, yang pasti tempat ini menonjolkan gaya arsitektur jawa-eropa, begitu pandanganku. Masih menjunjung tinggi nilai kebudayaan dan nasionalisme, ini yang jarang dimiliki dan sudah mulai pudar hingga saat ini. Andai saja kau ikut denganku waktu itu kawan. Hmmm. Bukan nilai wisatanya yang menggodaku tapi kesantunan para warga sekitar yang tak sedikitpun luntur dari leluhurnya. Itu yang mereka kenal dari solo.
Perjalanan itu kami akhiri dekat Solo Grand Mall (biasanya warga sekitar menyebutnya SGM) setelah keliling-keliling menatapi keramahan kota ini dengan sedikit kekeliruan jalan yang kami lalui (ini karena memang kami tidak tau jalan 😀 #Meraba )
Tempatnya Tepat di pinggir jalan Slamet Riyadi, biasanya dijadikan tempat tongkrongan buat para karyawan kantor dekat situ, ada juga sebagian para remaja dan masyarakat umum lainnya yang mungkin sedang bernasib sama dengan kami. Yang lebih terkesan lagi saat kami menjajaki trotoar sepanjang Jl. Selamat Riyadi, disamping ditemani oleh pepohonan itu, aku belum pernah melakukan hal semacam ini, di tempatku sangat jarang. Biasanya tempat semacam itu dijadikan lokasi jogging di pagi hari, kurang tau apakah trotoar ini dijadikan tempat jogging atau tidak, yakinku iya.
Sampai di pojok jalan, kami kembali lagi ke tempat semula dekat parkiran tidak jauh dari SGM itu, sambil terduduk di “bangku malas” menghadap ke arah jalan menjadi moment yang tak bisa terlupakan. Kesenangan itu dapat dirasakan juga oleh pepohonan yang merindangi kami yang ada disitu. Ohh indahnya. Sambil ku hirup udara segar.
Ada satu lagi yang membuatku terkesan dan sampai saat ini masih mengingatnya (perjalanan ini 2 tahun yang lalu). Disaat kami menyempatkan diri untuk mengunjungi SGM, kami melewati parkiran luar yang jaraknya tidak begitu jauh dari Mall itu. Jelas-jelas di samping kananku jejeran motor honda vario. Entah itu sengaja atau tidak, tapi menurutku itu salah satu keunikan yang pernah kutemui secara langsung. Jika barisan itu memanjang kesamping maka tiga lapis barisan itu semuanya Honda Vario 125. Hahaha. Aku sempat tertawa melihatnya. “ah, mungkin Cuma ini aja yang kayak gini” pikirku. Aku menoleh ke bagian belakang, oh ternyata tidak. Masih ada komplotan Yamaha Mio di belakang dan beberapa komplotan motor lainnya. “Ini tukang parkir yang cerdas” tangkasku sambil menggumam.
Setidaknya jiwaku yang sebelumnya sedang membeku sudah bisa cair kembali setelah melihat tempat keindahan kota itu. kota itu memang sederhana tapi ia indah tertata, kota itu memang menawan sekaligus dirindukan, kota itu memang dirindukan karena ia terkesan. Kota itu kota kebudayaan makanya perlu dilestarikan. Makanya hati-hati kalau ke Solo, kau akan merasakan kenyamanan, kau akan merasakan kesederhanaan, kau akan ketagihan, dan kau akan kelupaan kalau kau tidaklah sendirian.
Terimakasih solo sudah mengajarkan kesederhanaan.
Terimakasih solo sudah mengajarkan keramahtamahan.
Terimakasih solo sudah mengajarkan kedamaian
Terimakasih solo sudah mengajarkan persahabatan.
“You are the spirit of java”